CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS

Rabu, 09 Desember 2009

Pemeriksaan Nervus Cranialis

1) Nervus I : olfaktorius
Tujuannya adalah untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan
Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau polip. Contoh bahan yang sebaiknya dipakai adalah : teh, kopi,tembakau,sabun, jeruk.
Adapun kelainan yang bisa didapatkan dapat berupa:

a) Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan.
b) Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam
c) Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka.
d) Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
e) Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain yaitu kakosmia.
f) Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi olfaktorik.

2) Nervus II : Optikus
a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengukur ketajaman penglihatan ( visus) dan menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau oleh kelainan saraf.

Persiapan:
Ruangan harus mempunyai penerangan yang baik. Yakinkan terlebih dahulu bahwa tidak ada katarak, jaringan parut di kornea atau nebula, iritis, uveitis, glaucoma atau korpus alienum. Awas jangan melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan pada mata buatan!. Tanyakan apakah pasien buta huruf atau tidak. Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus) harus dilakukan pada masing-masing mata secara bergiliran. Pemeriksaan visus ini merupakan pemeriksaan kasar yang tidak bertujuan untuk menentukan lensa kacamata untuk koreksi kelainan refraksi.


Pemeriksaan:
• membandingkan ketajaman penglihatan pemeriksa dengan jalan pasien disuruh melihat benda yang letaknya jauh misal jam didinding, membaca huruf di buku atau koran.
• melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu Snellen. Pasien diminta untuk melihat huruf huruf sehingga tiap huruf dilihat pada jarak tertentu, kartu snellen ialah huruf huruf yang disusun makin kebawah makin kecil , barisan paling bawah mempunyai huruf huruf paling kecil yang oleh mata normal dapat dibaca dari jarak 6 meter.
contoh visus = 2/60 pasien hanya dapat melihat pergerakan jari pada jarak 2 meter Untuk gerakan tangan harus tampak pada jarak 300 meter. Jika kemampuannya hanya sampai membedakan adanya gerakan , maka visusnya ialah 1/300. Contoh Visus = 3/300 pasien hanya dapat melihat pergerakan tangan pada jarak 3 meter. Namun jika hanya dapat membedakan antara gelap dan terang maka visus nya 1/~, bila dengan sinar lampu masih belum dapat melihat maka dikatakan visus pasien tersebut adalah nol. Bila hendak melakukan pemeriksaan pada mata kanan maka mata kiri harus ditutup dengan telapak tangan kanan dan sebaliknya.
Bila terdapat gangguan ketajaman penglihatan apakah gangguan ketajaman penglihatan yang disebabkan oleh kelainan oftalmologik ( bukan saraf ) misalnya kornea, uveitis, katarak dan kelainan refraksi maka dengan menggunakan kertas yang berlubang kecil dapat memberikan kesan adanya faktor refraksi dalam penurunan visus, bila dengan melihat melalui lubang kecil huruf bertambah jelas maka faktor yang berperan mungkin gangguan refraksi.

b) Pemeriksaan pengenalan warna
Tes untuk pengenalan warna dapat dilakukan dengan menggunakan tes ishihara dan stiling atau dengan potongan benang wol berbagai warna. Pasien disuruh membaca angka berwarna yang tercantum dikartu stiling atau ishihara, atau mengambil wol berwarna sesuai dengan perintah.
c) Pemeriksaan medan(lapangan) penglihatan
Medan penglihatan merupakan batas penglihatan perifer. Medan tersebut adalah ruang dimana sesuatu masih dapat dilihat oleh mata yang pandangannya ditatapkan secara menetap pada satu titik. Kalau kita menatapkan pandangan salah satu mata pada suatu benda, maka gambarannya dapat diserap oleh macula dengan jelas dan tajam. Penglihatan yang diserap oleh macula disebut penglihatan sentral. Namun demikian, secara serentak bagian retina di luar daerah macula dapat menyerap juga gambran tersebut, meskipun kurang tajam dan kurang berwarna. Penglihatan dengan perantaraan retina diluar macula dikenal sebagai penglihatan perifer.

Persiapan:
Untuk setiap tes yang akan dipakai diperlukan kooperasi pasien. Pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tes yang akan diambil. Pertama pasien harus dilatih untuk emnatapkan pandangannya pada suatu titik dan memberitahukan terlihatnya kapas putih atau ujung pensil yang memasuki kawasan medan penglihatannya. Hal ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pasien bahwa ia tidak usah mencari dengan menggerakan bola matanya bila sipemeriksa menanyakan sudah ;ihat belum. Ia menunggu saat terlihatnya sesuatu yang dipertunjukkan dengan pandangannya tetap menatap pada titik fiksasi itu. Tes medan penglihatan ini dilakukan secara monokuler.
Dalam klinik dikenal 3 metode tes medan penglihatan, yaitu tes konfrontasi dengan tangan, tes dengan kampimeter, dan tes dengan perimeter.

Pemeriksaan:
• Metode Konfrontasi
Dalam hal ini pasien duduk atau berdiri kurang lebih jarak 1 meter dengan pemeriksa, Jika kita hendak memeriksa mata kanan maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangannya pemeriksa harus menutup mata kanannya. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat ke mata kanan pasien. Setelah pemeriksa menggerakkan jari tangannya dibidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien dan gerakan dilakukan dari arah luar ke dalam. Jika pasien mulai melihat gerakan jari – jari pemeriksa , ia harus memberitahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan ( visual field ) maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.Gerakan jari tangan ini dilakukan dari semua jurusan dan masing masing mata harus diperiksa.

• Tes dengan kampimeter dan perimeter
Kampimeter adalah papan tulis hitam dimana tergambar bundaran dengan garis garis radial berikut dengan bintik buta. Sedangkan perimeter adalah alat diagnostic yang berbentuk lengkungan seperti gambar dibawah ini:









Dengan perimeter didapat hasil yang lebih akurat oleh karena lengkungan perimeter sesuai dengan lengkungan retina. Perimeter dilengkapi dengan tempat untuk meletakkan dagu, sehingga pasien dapat menjalani tes dengan posisi kepala yang tepat tanpa meletihkan diri. Lebih teliti dari tes konfrontasi. Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.

d) Pemeriksaan fundus
Dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop. Funduskopi dilakuakn dengan tujuan menentukan adanya miopi, hipermetropi, atau emetropi; penegnamatn retina; dan pengamatan papil nervi optisi
Persiapan:
Perhatikan posisi atau sikap pasien dan pemeriksa serta kondisi opthalmoskop. Pasien dapat periksa dengan posisi duduk atau berbaring. Periksa terlebih dahulu lampu dan baterai opthalmoscop baik dan lensa yang ditempatkan diantara lubang pengintai dan lubang penyorot adalah berdioptri nol bila pasien emetrop (normal). Sebelum dilakukan pemeriksaan funduskopi kamar periksa digelapkan terlebih dahulu.
Pemeriksaan:
Pemeriksa memegang optalmoskop dengan tangan dominan. Tangan yang lainnya diletakkan diatas dahi pasien dengan tujuan sebagai fiksasi terhadap kepala pasien.kemudian sipemeriksa menyandarkan dahinya dorsum manis pada tangan yang memegang dahi pasien, sehingga mata pasien dan mata pemeriksa berhadapan satu sama lain. Selanjutnya sipemeriksa menempatkan tepi atas teropong optalmoskop dengan lubang pengintai diatas alis. Setelah lampu oftalmoskop dinyalakan, pemeriksa mengarahkan sinar lampu itu ke pupil pasien. Selama funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan pandangan matanya jauh kedepan. Bila pandangan itu diarahkan kesinar lampu, sinar lampu akan dipantulkan oleh fovea sentralis ke lubang teropong dan fundus mata sukar mata sukar terlihat.
3) Nervus III (okulomotor)
a) Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.
b) Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
c) Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri ( pupil sebesar diameter 1mm, perbedaan masih dianggap normal ), refleks pupil. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan :
- Refleks cahaya langsung (bersama N. II)
- Refleks cahaya tidak alngsung (bersama N. II)
- Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi).

4) Nervus IV (Troklearis)
Pemeriksaan meliputi :
a) Gerak mata ke lateral bawah
b) Strabismus konvergen
c) Diplopia

5) Nervus V (Trigeminus)
a) Pemerksaan motorik
• pasien diminta merapatkan gigi sekuatnya, kemudian meraba m . masseter dan m. temporalis. Normalnya kiri dan kanan kekuatan, besar dan tonus nya sama .
• pasien diminta membuka mulut dan memperhatikan apakah ada deviasi rahang bawah, jika ada kelumpuhan maka dagu akan terdorong kesisi lesi. Sebagai pegangan diambil gigi seri atas dan bawah yang harus simetris.Bila terdapat parese disebelah kanan , rahang bawah tidak dapat digerakkan kesamping kiri. Cara lain pasien diminta mempertahankan rahang bawahnya kesamping dan kita beri tekanan untuk mengembalikan rahang bawah keposisi tengah
b) Pemeriksaan sensorik
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu, kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan tusukan terasa tumpul.
Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai dermatom C2.
Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia, karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri, pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan “ya” setiap kali dia merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.


c) Pemeriksaan Refleks
• Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V).
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu, lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer refleks” normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex meninggi.

• Refleks supraorbital.
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan mata menutup homolateral ( tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang lain ).

6) Nervus VI (Abdusens)
Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tanda-tanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.
7) Nervus VII (Fasialis)
a) Pemeriksaan fungsi motorik.
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis, lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.Kemudian pasien diminta untuk menggerakan wajahnya antara lain:
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh.
b) Pemeriksaan fungsi sensorik.
• Dilakukan pada 2/3 bagian lidah depan. Pasien disuruh untuk menjulurkan lidah , kemudian pada sisi kanan dan kiri diletakkan gula, asam,garam atau sesuatu yang pahit. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas.
• Bahannya adalah:Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).

8) Nervus VIII (Vestibulococlearis)
Tes pendengaran (N. Kokhlearis):
a) Tes Bisik
Tes ini merupakan tes yang sederhana tapi cukup informative. Untuk ini diperlukan ruangan sepanjang 6 meter dan bersifat kedap suara. Orang coba duduk menyamping sehingga yang akan diperiksa menghadap ke mulut pemeriksa. Tutuplah telinga yang tidak diperiksa dan kalau perlu mata juga ditutp agar gerakan bibir tidak terlihat. Pemeriksa mengucapkan kata-kata secara berbisik dengan intensitas bisiskan sejauh 30 cm dari telinga dan orang coba harus mengulangi dengan benar. Bila dapat didengar dari jarak: 6 meter berarti normal, 5 meter dalam batas normal, 4 meter berarti tuli ringan, 2- 3 meter berarti tuli sedang, dan 1 meter berarti tuli berat. Selain itu, tes pendengaran dapat dilakukan dengan membisikkan kata-kata yang frekuensinya tinggi misalnya karcis, kikis, dan sebagainya.
b) Tes Arloji
orang coba diminta mendengarkan detik arloji yang mula-mula telinga kanan kemudian telinga kiri.
c) Tes Garpu tala
Tes Rinne
Garpu tala digetarkan kemudian pangkalnya ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang coba diminta untuk memberitahukan jika bunyi garpu tala tidak terdengar lagi. Lalu garpu tala dipindahkan sehingga ujungnya yang bergetar berada kira-kira 3 cm di depan liang telinga. Jika suara masih terdengar maka disebut rinne positif, sedang bila tidak dapat didengar lagi disebut rinne negative.
Tes Weber
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan di vertex orang coba. Bila suara terdengar lebih keras pada salah satu telinga, misalnya kanan maka ini disebut lateralisasi ke kanan.
Tes Schawabach
Garpu tala digetarkan dan ditempatkan pada tulang mastoid orang coba. Orang coba diminta memberitahukan bila tidak mendengar bunyi lagi dan dengan segera garpu tala dipindahkan ke tulang mastoid pemeriksa. Bila pemeriksa juga tidak mendengar suara maka prosedur pemeriksaan dibalik. Garpu tala mula-mula diletakkan pada tulang mastoid pemeriksa dan setelah tak terdengar dipindahkan pada orang coba. Bila orang coba juga tidak mendengar berarti telinga orang coba normal.
Tes keseimbangan (N. Vestibularis):
a) Reaksi Kompensasi
Orang coba duduk tegap pada kursi barani kemudian diputar dengan kecepatan 10x/ detik. Perhatikan reaksi orang coba bila kursi diputar dari arah kana ke kiri akan terlihat kompensasi berupa ekstensi kaki kiri dan fleksi kaki kanan disertai gerakan bola mata.
b) Tes tunjuk
Orang coba duduk pada kursi barani sedang pemeriksa berdiri di depannya. Orang coba meluruskan tangan kanannya sedangkan pemeriksa mengulurkan jari telunjuknya, sehingga dapat disentuh oleh jari orang coba. Orang coba mengangkat lengan kanannya dan kemudian dengan cepat menurunkannya kembali sehingga menyentuh jari telunjuk pemeriksa. Mata orang coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Perhatikan arah gerakan kepala dan badan orang coba kemudian putaran kursi dehentikan dan penutup mata dibuka. Orang coba diminta untuk menegakkan kepalanya kembali dan lakukan tes tunjuk seperti di atas.
c) Nistagmus
Orang coba duduk di kursi barani dengan kedua tangannya diletakkan pada sandaran kursi dan kedua kaki pada tempat dengan sebaik-baiknya. Mata orang coba ditutp dengan sapu tangan dan kepala ditundukkan 30o ke depan. Putarlah kursi ke kanan 10x dalam 20 detik. Kemudian hentikan putaran sambil membuka penutup mata dan mintalah orang coba melihat pada suatu benda yang agak jauh di depannya. Perhatikan gerakan bola matanya.
d) Tes jatuh
Orang coba duduk di atas kursi barani dengan kedua mata tertutup dan badan membungkuk sampai 120o, putarlah kursi ke kanan dengan putaran 10x dalam 20 detik. Segera putaran dihentikan dan orang coba diminta berdiri tegak. Perhatikan kea rah mana orang tersebut akan jatuh.
e) Tes tongkat
Orang coba memegang tongkat yang difiksir pada lantai sambil menundukkan kepala dan mengelilingi tongkat tersebut. Kemudian orang coba diminta berjalan dan perhatikan bagaimana reaksinya.
9) Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Fagus)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “aaaa” jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

10) Nervus XI (Aksesorius)
a) Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien diminta untuk mengangkat pundaknya.
b) Memeriksa m. Sternocleidomastoideus. Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa , kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

11) Nervus XII (Hipoglosus)
a) Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
b) Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser kedaerah lumpuh karena tonus disini menurun.
c) Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
d) Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
e) Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah kesamping pada pipi dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

0 komentar: